Sabtu, 13 Oktober 2012

Psikologi Sosial;Pengembangan Teori Orientasi Faktor Penguat



“Pengembangan Teori Orientasi Faktor Penguat”

           
A.       Latar Belakang Sejarah
Salah satu aliran yang besar pengaruhnya dalam psikologi adalah aliran Behaviorisme.Aliran ini didirikan pada tahun 1913 di Amerika Serikat oleh J.B. Watson (1878-1958).Watson berpendapat bahwa agar psikologi dapat tetap ilmiah ,maka ia harus objektif dan agar ia tetap objektif ia hanya dapat mempelajari tingkah tingkah laku yang tampak mata (overt).Konsep-konsep yang subjektif seperti perasaan,emosi,penghayatan,kehendak,dan sebagainya harus dihindarkan.
Sebagai konsekuensi dari pandangannya,Watson memusatkan dirinya untuk mempelajari hubungan rangsang dan tingkah laku balasannya.Ia mendapatkan bahwa setiap tingkah laku pada hakikatnya merupakan tanggapan atau balasan (response) terhadap rangsang (stimulus),karena itu rangsang sangat mempengaruhi tingkah laku.Bahkan ia sampai pada kesimpulan bahwa setiap tingkah laku ditentukan atau diatur oleh rangsang.Teori yang mementingkan hubungan rangsang dan tingkah laku balasan ini disebut teori rangsang balas (stimulus-response theory).
Peranan J.B. Watson dalam perkembangan teori rangsang-balas adalah mengukuhkannya ke dalam suatu aliran yang diberinya nama aliran Behaviorisme.Pengukuhan itu dilakukannya dengan mengemukakan suatu kertas kerja berjudul Psychology as the behaviorist views it (Watson, 1913).Dalam aliran inilah teori rangsang-balas ini berkembang dengan pesat.

B.       Teori Rangsang-Balas Untuk Menerangkan Sikap
Teori rangsang-balas yang sering juga disebut sebagai teori penguat dapat digunakan untuk menerangkan berbagai gejala tingkah laku sosial seperti sikap (attitude).Maksud sikap disini adalah kecendurungan atau ketersediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu kalau ia menghadapi suatu rangsang tertentu.Salah satu teori yang menerenagkan tentang terbentuknya sikap ini dikemukakan oleh Daryl Beum (1964) yang merupakan pengikut Skinner (berpandangan Operant).Beum mengemukakan empat asumsi dasar yaitu :
1.      Setiap tingkah laku,baik yang verbal maupun sosial,merupakan suatu hal yang bebas dan berdiri sendiri,bukan merupakan refleksi sikap,sistem kepercayaan,dorongan,kehendak,ataupun keadaan-keadaan tersembunyi lainnya dalam diri individu.
2.      Rangsang atau tingkah laku-balas adalah konsep-konsep dasar untuk menerangkan suatu gejala tingkah laku.Konsep ini hanya dapat didefinisikan dan diukur secara fisik dan nyata(tampak mata).
3.      Prinsip-prinsip hubungan rangsang-balas sebetulnya hanya sedikit.Prinsip ini sangat tampak bervariasi karena bervariasinya lingkungan di mana hubungan rangsang-balas itu berlaku.
4.      Dalam analisis tentang tingkah laku perlu dihindari di ikutsertakannya keadaan-keadaan internal yang terjadi pada waktu tingkah laku itu timbul,baik yang bersifat fisiologik(kelelahan.kelaparan,dll) maupun yang bersifat konseptual (dorongan,kehendak,dll).
Berdasarkan asumsi-asumsi dasar diatas maka Beum mengemukakan teori tentang Hubungan Fungsional dalam interaksi sosial.Dalam teori tersebut,Beum menyatakan bahwa dalam interaksi sosial terjadi dua macam hubungan fungsional,pertama adalah hubungan fungsional di mana terdapat kontrol penguat,yaitu jika tingkah laku-balas ternyata menimbulkan penguat yang bersifat ganjaran.Dalam hal ini ada-tidaknya atau banyak-sedikitnya rangsang penguat akan mengontrol tingkah laku-balas.Hubungan fungsional yang kedua terjadi jika tingkah laku-balas hanya mendapat ganjaran pada keadaan-keadaan tertentu.Hubungan fungsional yang seperti ini disebut hubungan fungsional di mana terdapat kontrol diskriminatif dan tingkah laku-balas yang terjadi hanya jika ada rangsang diskriminatif disebut tact.

C.       Teori-teori Belajar Sosial dan Tiruan
1)      Teori Belajar Sosial dan Tiruan dari Miller & Dollard
Pandangan dasar mereka adalah tingkah laku manusia adalah dipelajari.Karena itu,untuk memahami tingkah laku sosial dan proses belajar sosial,kita harus mengetahui prinsip-prinsip psikologi belajar.Menurut mereka ada empat prinsip dalam belajar,yaitu dorongan (drive) , isyarat (cue) , tingkah laku-balas (response) ,dan ganjaran (reward).Keempat prinsip ini sangat kait mengait dan dapat saling dipertukarkan, yaitu dorongan menjadi isyarat,isyarat menjadi ganjaran, dan seterusnya.
Mengenai tingkah laku balas,Miller & Dollard berpendapat bahwa organisme mempunyai hierarki bawaan dari tingkah laku-tingkah laku (innate hierarchy of responses).Pada waktu organisme dihadapkan untuk pertama kalinya pada suatu rangsang tertentu,maka tingkah laku-balas yang timbul didasarkan pada hierarki bawaan tersebut.Baru setelah berapa kali terjadi ganjaran dan hukuman,maka akan timbul tingkah laku-balas yang sesuai dengan faktor-faktor penguat tersebut.
Selanjutnya , Miller dan Dollard menyatakan bahwa ada tiga mekanisme tiruan,yaitu :
a)      Tingkah laku sama (same behavior)
b)      Tingkah laku tergantung (matched dependent behavior)
c)      Tingkah laku salinan (copying)

2)   Teori Proses Pengganti
Teori yang dikemukakan oleh Bandura dan Walters ini menyatakan bahwa tingkah laku tiruan merupakan suatu bentuk asosiasi suatu rangsang dengan rangsang lainnya. Penguat(reinforcement) memang memperkuat tingkah laku-balas,tetapi bukan syarat yang penting dalam proses belajar sosial.Disini yang penting adalah pengaruh tingkah laku model pada tingkah laku peniru yang menurut Bandura dan Walters ada tiga macam yaitu :
a)      Efek modeling (modelling effect)
b)      Efek menghambat (inhibition)
c)      Efek kemudahan (fascilitation effect)
Akhirnya dikemukakan oleh Bandura dan Walters bahwa teori proses pengganti ini dapat pula menerangkan gejala timbulnya emosi pada peniru yang sama dengan emosi yang ada pada model.

D. Teori-teori Jual Beli Dengan Penguat Sosial
1.   Teori Tingkah Laku Sosial Dasar (elementary social behavior) dari G.C. Homans (1961)
Homans menerangkan hubungan antara dua orang dengan menggunakan prinsip-prinsip ekonomi (jual-beli).Ia berpendapat bahwa proses psikologik yang terjadi pada dua orang yang saling berinteraksi pada hakikatnya sama dengan proses jual beli di mana kedua belah pihak saling memberi harga dan mencari keuntungan(profit).Hubungan yang dapat bertahan lama adalah hubungan di mana kedua belah pihak dapat memperoleh keuntungan.Untuk iu Homans membatasi diri pada hubungan dua orang yang mempunyai ciri-ciri :
a.       Bersifat sosial:ada aksi-reaksi antara dua orang.
b.      Untuk setiap aksi (tingkah laku)harus ada ganjaran atau hukuman dari pihak kedua (bukan dari pihak ketiga).
c.       Tingkah laku harus nyata,bukan berupa norma-norma atau harapan-harapan masyarakat.
Lima proposisi baru pada hubungan antara manusia(yang berdasarkan teori jual-beli) menurut Homans : Proposisi 1: Kontrol rangsang dan generalisasinya ; Proposisi 2:Frekuensi penguat ; Proposisi 3: Besaran penguat ; Proposisi 4: Hambatan reaktif(reactive inhibition) dan kejenuhan (satiation) ; Proposisi 5: Keadilan yang merata (distributive justice).

2.   Teori Hasil Interaksi (Interaction outcome theory) dari Thibaut & Kelley (1959)
Teori ini menerangkan hubungan dua orang (atau lebih) di mana mereka saling tergantung untuk mencapai hasil-hasil positif.Premis dasar yang dipakai adalah : interaksi sosial hanya akan diulangi kalau peserta-peserta dalam interaksi itu mendapat ganjaran sebagai hasil dari kesertaannya.Hasil yang dimaksudkan di sini bisa bersifat materiil (objek) atau psikologik(status,kekuasaan,kasih sayang,dan lain-lain).Interaksi sosial yang salin tergantung jadinya bertujuan untuk memaksimalkan hasil yang positif bagi tiap-tiap peserta interaksi.Fungsi memaksimalkan hasil yang positif berlaku juga untuk seluruh kelompok sehingga individu-individu sebagai kelompok dapat tetap bersatu.

3.   Teori Fungsional dari Interaksi Otoriter (Functional Theory of Authority Interaction) dari Adams & Romney (1959)
Dalam teori ini Adams dan Romney menggunakan prinsip-prinsip kelaziman operan untuk menganalisis interaksi otoritas,yaitu interaksi di mana salah satu pihak mempunyai kontrol terhadap tingkah laku pihak lain.Mereka menyatakan bahwa interaksi otoritas mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1)      Hubungan otoritas adalah asimetris,salah satu pihak mempunyai kekuatan (power) yang lebih besar.
2)      Hubungan otoritas adalah stabil,dalam arti bahwa pihak atasan maupun bawahan akan menduduki posisinya (dalam interaksi itu) untuk waktu yang cukup lama.
3)      Meskipun dalam masyarakat ada tata-cara yang mengatur hubungan otoritas,namun hubungan otoritas itu sendiri terjadi terlepas dari ada atau tidak adanya tata cara masyarakat tersebut.Faktor yang lebih besar artinya dalam hal ini adalah faktor penguat yang ditimbulkan oleh pihak pertama terhadap pihak kedua dan sebaliknya.













v  Sumber Referensi :
Sarwono , Sarlito . 2002 .Teori-Teori Psikologi Sosial . Jakarta : Rajawali Pers

Tidak ada komentar: